KATA
ULANG
Dalam semua Tatabahasa Tradisional. Kata-kata ulang disebut juga
Reduduplikasi. Istilah ini juga dalam tatabahasa – tatabahasa pertama-tama
berdasarkan bentuk perulangan dalam bahasa-bahasa Barat . Dimana ulangan itu
terjadi dengan menggandakan suku kata awal misalnya :
Dadarsa Sansekerta - ia telah melihat
terigit Latin - ia telah
menyentuh/mengenai
cecinit Latin - ia telah menyanyi
dan lain-lain
Bahasa Indonesia mempunyai konsepsi sendiri tentang kata-kata ulang.
Sebab itu kita harus meneliti bentuk ulang dalam bahasa Indonesia
secermat-cermatnya, mengadakan penggolongan-penggolongan, kalau perlu, dengan
bertolak dari struktur bahasa Indonesia itu sendiri.
1. Macam-macam
kata ulang
Berdasarkan macamnya bentuk perulangan dalam Bahasa Indonesia dapat
kita bagi kata ulang atas empat macam :
1.
Ulangan atas suku kata awal,
atau disebut juga Dwipurwa dalam bentuk perulangan macam ini, vocal dari
suku kata awal mengalami pelemahan dan bergeser keposisi tengah menjadi ‘e
(pepet).
*tatanaman > tetanaman
*tatangga > Tetangga
*luluhur > leluhur
*lalaki > lelaki
*luluasa > leluasa
*titirah >tetirah
dan lain lain
2.
Ulangan atas seluruh bentuk
dasar. Ulangan ini disebut ulangan utuh. Ulangan utuh ada dua macam, yaitu
ulangan atas bentuk dasar yang berupa kata dasar yang disebut dwilingga, dan
ulangan atas bentuk dasar berupa kata jadian berimbuhan.
Misalnya :
rumah > rumah-rumah Perbuatan > perbuatan-perbuatan
buah > buah-buahan kejadian > kejadian-kejadian
anak > anak-anak pencuru > pencuru-pencuri
kuda > kuda-kuda timbangan > timbangan-timbangan
pohon >
pohon-pohon kekasi > kekasi-kekasi
3.
Macam yang ketiga adalah
ulangan yang juga terjadi atas seluruh suku kata, namun pada salah satu
hingganya terjadi perubahan suara pada suatu fonem atau lebih, Perulangan macam
ini disebut Dwilingga salin suara, misalnya :
gerak-gerak > gerak-gerik
sayur-sayur > sayur-mayur
porak-porak > porak-parik
tegap-tegap > tegab-begab, dan lain-lain
4.
Ulangan macam yang keempat
adalah ulangan dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga pertama, mupun pada
lingga kedua. Ulangan macam ini disebut ulangan berimbuhan, misalnya :
Bermain-main berjalan-jalan
memukul-mukul melihat-lihat
berpukul-pukulan berkejar-kejaran
main-mainan kuda-kudaan
tarik-menarik pukul-memukul
gunung-gemunung tali-temali, dan sebagainya.
2. Fungsi
Menentukan fungsi kata ulang disini akan menjadi sulit, sebab fungsi
dan srti terjalin erat, tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tetapi bila
kita melihat fungsi sebagai alat untuk membentuk jenis kata maka dapat
dikatakan bahwa perulangan sebuah kata akan menurunkan jenis kata yang sama
seperti bila kata itu tidak diulang : mainan, jenisnya sama dengan main-mainan,
tali jenisnya sama dengan tali temali dan sebagainya. Malahan ada kata tugas
yang dapat diulang misalnya : bukan-bukan, sama-sama, serta-merta daln
lain-lain.
3. Arti
Lebih tegas kita dapat mengadakan penggolongan berdasarkan arti,
namun tak dapat disangkal didalam sudah terjalin fungsi perulangan tersebut.
Atau dapat dikatakan dengan cara lain., bahwa perulangan itu mempunyai fungsi
untuk menghasilkan makna yang tertentu. Walaupun disini perbedaan fungsi dari
arti itu sukar diadakan, namun pada umumnya perbedaan keduanya jelas kelihatan.
Adapun arti yang dapat didukung oleh perulangan adalah :
1.
Perulangan pertama-tama
mengandung arti banyak yang tak tentu. Untuk menyatakan banyak yang tentu
jumlahnya, bahasa Indonesia tidak memerlukan bentuk ulang. Perhatikan contoh
berikut :
di padang terdapat 3 ekor
kuda (banyak tentu)
kuda-kuda
itu berkejar-kejaran (banyak tak tentu)
ayah
membelikan saya sepuluh buah buku (banyak tentu)
buku-buku
itu telah ku simpan dalam lemari (banyak tak tentu)
Dari
contoh diatas tampaklah bahwa seketika kata bilangan utama yang menyatakan “ketentuan”
itu dihilangkan, maka dalam tanggapan pemakai bahasa hilanglah pula “ketentuan”
atas benda atau hal tersebut dan berubah menjadi tak tentu. Walaupun dalam
pikiran kita kuda itu masih 3 ekor, dan buku itu masih sepuluh bauh juga.
2.
Selain dari banyak yang tak
tentu, bentuk perulangan mengandung arti yang lain yaitu : bermacam-macam,
pohon-pohonan = banyak
dan bermacam-macam pohon
tanaman-tanaman = banyak
dan bermacam-macam tanaman
buah-buahan = banyak
dan bermacam-macam buah dan lain-lain
Dalam
hal ini biasanya kata ulang itu disertai oleh sufiks-an.
3.
Arti yang dapat diturunkan dari
suatu kata ulang adalah menyerupai atau tiruan dari sesuatu :
kuda-kuda
anak-anakan
langit-langit
4.
Dekat dengan arti ketiga adalah
melemahkan arti, dalam hal ini dapt diartikan dengan agak,
Gadis
itu kemalu-maluan melihat pemuda itu
apa-apa
yang dilihatnya diambil
sifatnya
kekanak-kanakan
ia
berlaku keberat-beratan
orang
itu sakit-sakitan
kepalaku
pening-pening, dan lain-lain
5.
Menyatakan intensitas, baik
intensitas mengenai kualitas (=intensitas kualitatif), baik mengenai kualitas
(=intensitas kuantitatif), maupun mengenai frekuensi (= intensitas
frekuentatif)
a.
Intensitas Kualitatif : pukullah kuat-kuat
belajarlah
segiat-giatnya
gunung
itu yang setinggi-tinggi di Pulau Jawa
b.
Intensitas Kuantitatif : Kuda-kuda, rumah-rumah
buah-buah,
anak-anak, dan lain-lain
c.
Intensitas Frekuentatif : ia menggeleng-gelengkan kepalanya
ia
mondar-mandir sejak dari tadi
6.
Ulangan pada kata kerja dapat
menurunkan arti saling, atau pekerjaan yang berbalasan (timbal-balik; resiprok)
ia
berpukul-pukulan dengan si Dul
keduanya
bersalam-salaman
kedua
saudara itu hidup tolong-menolong
dalam
perkelahian itu terjadi tikam-menikam antara kedua orang itu
7.
Perulangan pada kata bilangan
mengandung arti kolektif :
dua-dua,
tiga-tiga, lima-lima, dan lain-lain
4.
Ada beberapa kata
yang sambilk lalu tampaknya seolah-olah kata ulang : biri-biri, kupu-kupu,
ali-ali dan lain-lain. Dalam pemakaian sehari-hari dalam Bahasa Indonesia tidak
terdapat bentuk seperti : *bri, *kupu atau *ali.
Kata-kata biri-biri, kupu-kupu dan ali-ali keseluruhannya merupakan
kata dasar. Dalam menerapkan status bentuk-bentuk itu dalam bahasa Daerah atau
bahas Purba. Mungkin dalam bahasa Daerah atau bahasa Austronesia Purba terdapat
bentuk-bentuk seperti : *biri, *kupu, atau *ali. Kalau demikian maka fakta itu
belum dapat memberi hak pada kita untuk mengatakan bahwa bentuk itu adalah
kata-kata ulang. Perbandingan dengan bahasa Daerah atau bahasa Austronesia
Purba hanya dapat menjelaskan pada kita sejarah kata-kata itu, sekedar memahami
latar historinya. Tetapi setelah melihat kenyataan dalam bahasa Indonesia kita
harus tetap bersikap deskriptif.
Semua penutur bahasa Indonesia akan menolak kalimat-kalimat seperti
berikut :
* saya memberi tiga
biri
* saya menangkap kupu
* kakak melontar
harimau itu dengan ali.
Penolakan terhadap kalimat tersebut diatas terjadi karena bentuk
*biri, *kupu dan *ali tidak ada dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia .
KATA MAJEMUK (KOMPOSITUM)
1. Kata Majemuk
Pengertian kata majemuk atau kompositum dapat diungkapkan sebagai
berikut : Gabungan dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti.
Batasan ini dalam kenyataan tidak bisa mencakup keseluruhan persoalan kata
majemuk tersebut. Setiap bahasa mempunyai konsep-konsep tersendiri tentang
hakekat dan wujud kata majemuk. Konsep Kompositum dalam bahasa sansakera lain
dari konsep kompositum dalam bahasa Belanda. Keduanya berbeda dengan konsep
kompositum bahasa Indonesia .
Pada umumya struktur kata majemuk sama seperti kata biasa yaitu
tidak dapat dipecahkan lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil. Bila kita
paksakan untuk memecahkannya dengan menyisipkan dengan suatu kata
ditengah-tengah misalnya, maka hancurlah hakekat kata majemuk tersebut. Demikian karana
gabungan itu sudah merupakan kekuatan yang tidak dapat dibagi lagi, maka dalam
memberi sifat terhadap kata majemuk itu, kata sifat atau keterangan-keterangan
lain yang menerangkan kesatuan itu harus memberi keterangan atas keseluruhannya
atas satu kesatuan, bukan sebagian-sebagian. Unsur yang tadinya menjadi dasar
pembentukan kata majemuk itu, setelah bersatu hilang hakekat kekataannya,
karena struktur kekataannya, karena struktur kekataannya sekarang sudah
ditampung dalam kesatuan gabungan itu :
saputangan orang
tua
matahari panjang
tangan
kakitangan dan
lain-lain
Walaupunn anggapan dasar sebagai telah dikmukakan diatas mengatakan
bahwa gabungan sudah merupakan kesatuan yang tak dapat dipecahkan lagi seperti
: matahari, saputangan, dan sebagainya. Namun dalam kenyataan ada bentuk kata
yang lazimnya dianggap sebagai kata majemuk, masih menunjukkan struktur yang
renggang, berarti masih dapat dipisahkan oleh unsur-unsur lain, misalnya :
Rumah maka : dapat dipulangkan
kepada frasa; rumah tempat makan.
tua muda : tua dan
muda, dan sebagainya.
2. Terjadinya Kata Majemuk
Kalau kata-kata itu masih dapat dipulangkan dalam bentuk-bentuk yang
lain, mengapa sambil digolongkan sebagai kata majemuk ?
Untuk memberi suatu gambaran yang jelas, Kita harus meninjau sejarah
terbentuknya kata-kata majemuk tersebut. Menurut sejarah kata-kata itu pada
mulanya merupakan urutan kata yang bersifat sintaksis. Dalam urutannya yang
bersifat sintaksis tadi, tiap-tiap bentuk mengandung arti yang sepenuh penuhnya
sebagai sebuah kata. Tetapi lambat-laun karena sering dipakai hubungan
sintaksis itu menjadi beku; dan sejalan dengan pembekuan itu, bidang arti yang
didukung tiap-tiap bentuk juga lenyap dan terciptalah bidang arti baru yang
didukung bersama. Dan dalam proses ini tidak semua urutan itu telah sampai
kepada taraf terakhir itu, ada yang sudah sampai kepada pembekuan itu. Yang
masih dalam gerakan itu dapat disebabkan karena gabungan itu memang sifatnya
sangat longgar atau karena baru saja tercipta istilah itu.
Kata-kata yang masih dalam gerak inilah yang masih dapat dipecahkan
strukturnya dengan menyisipkan kata-kata lain diantaranya, atau dapat
dipulangkan kepada bentuk lain dengan cara transformasi. Tetapi karena
frekuensi pemakaian tinggi, serta keterangan yang menerangkan bentuk itu harus
selalu mengenai kesatuannya, maka kata-kata tersebut dimasukkan juga dalam kata
majemuk.
rumah makan : Walupun strukturnya agak
longgar, namun sering dipakai sebagai satu kesatuan arti ; disamping itu
keterangannya harus menerangkan keseluruhannya
rumah makayang baru :’yang baru’
bukan menerangkan makan saja atau rmah saja, tetapi seluruh kesatuan itu
3. Sifat Kata Majemuk
Berdasarkan sifat kata majemuk dengan melihat adanya inti dari pada
kesatuan itu, maka kata majemuk dapat dibagi atas :
1)
Kata majemuk yang beripat
eksosentris
2)
Kata majemuk yang bersifat
endosentris
Kata majemuk yang bersifat eksosentris adalah kata majemuk yang
tidak mengandung satu unsur inti dari gabungan itu. Dengan kata lain
kedua-duanya merupakan inti misalnya; lakibini, tuamuda, hancurlebur,
kakitangan dan lain-lain.
Sebaliknya bila ada satu unsur yang menjadi inti dari gabungan itu
maka sifat endosentri, misalnya; saputangan, matahari, dan lain-lain di mana
sapu, orang dan mata unsur intinya.
Sifat eksosentris dan endosentris itu tidak ditinjau dalam
hubungannya luar dengan kata-kata lain, tetapi ditinjau dalam hubungan gabungan
itu sendiri. Dalam hubungan ke luar kata majemuk adalah selalu merupakan
kesatuan yang membentuk satu pusat. sehingga kata yang menjelaskan kata majemuk
itu harus menjelaskan keseluruhannya.
4. Ciri-ciri Kata Majemuk
Akhirnya berdasarkan uraian-uraian diatas dapat kita menyimpulkan
beberapa ciri kata majemuk, sebagai berikut :
1.
Gabungan itu membentuk satu
arti yang baru.
2.
Gabungan itu dalam
hubungannyakeluar membentuk satu pusat, yang menarik keterangan-keterangan atas
kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
3.
Biasanya terdiri dari kata-kata
dasar
4.
Frekuensi pemaikaiannya tinggi.
5.
Terutama kata-kata majemuk yang
bersifat endosentri, terbentuk menurut hukum DM (diterangkan mendahului
menerangkan.)
5. Bentuk Perulangan Dalam
Kata Majemuk
Pada dasarnya karena kata-kata majemuk membentuk suatu kesatuan maka
bentuk ulngnya harus secara penuh yaitu diulang keseluruhannya:
rumah-sakit-rumah sakit
saputangan-saputangan
rumahmakan-rumah makan, dan lain-lain
Tetapi seringkali kita menjumpai hal-hal yang sebaliknya yaitu
perulangan itu dilakukan bukan atas keseluruhannya tetapi hanya sebagian saja ,
misalnya :
rumah-rumahsakit
sapu-saputangan
rumah-rumahmakan, dan lain-lain.
Mengapa terjadi demkian ? kita lihat di sini seolah-olah
pertama-tama ada gerak yang hendak mempersatukan bentuk-bentuk tersebut menjadi
kesatuan, tetapi dalam perulangan tiba-tiba muncul lagi gerak yang bertentangan
dengan tadi. Secara structural memang tidak dibenarkan karena kata majemuk itu
adalah satu kata; sebab itu seluruh kata itu diulang, bukan sebagian dari kata
itu, Tetapi mengapa sampai terjadi ada ulangan yang hanya sebagian saja ?
Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam pemakaian bahasa sehari-hari
ada kecenderungan untuk mengadakan penghematan dalam pemakaian bahsa, dasar
ekonomis. Dasar ekonomis ini hanya dapat digunakan bila gerak yang berlawanan
itu tidak membawa perbedaan paham. Dalam hubungan itu agaknya dijelaskan
ulangan dwipurwa dalam bahasa Indonesia, yakni mula-mula orang mengulang
seluruhnya, tetapi karena prinsip ekonomis tadi, akhirnya hanya sebagian saja
dari lingga yang diulang.
6. Maca-macam Kata Majemuk.
Dalam usaha untuk menggolong-golongkan kata majemuk, sebagai biasa,
ada yang berusaha memasukkan sistem penggolongan menurut sisim bahasa-bahasa
lain. Misalnya yang terkenal penggolongan yang didasarkan atas hasil karya
Panini, ahli Tatabahasa Sansekerta, kira-kira abad 4 seb. Masehi.
Berdasarkan sifat dan struktur kata-kata majemuk dalam bahasa
sansekerta ia membuat pergolongan kata majemuk antara lain sebagai berikut :
1.
Dwandwa : kalau penggabungan
itu mempunyai derajat yang sama (bersifat kopulatif). Kalau kita hubungkan
dengan sipat kata majemuk sebagai telah disebut diatas, maka kata majemuk
dwandwa ini bersifat eksosentris: laki-bini, tua-muda, besar-kecil,
sanak-saudara, dan sebagainya.
2.
Tatpurusa :
yaitu kata majemuk yang sebagiannya yang kedua memberi penjelasan pada
bagian yang pertama. Sifat ensosentris. Ynag termasuk golongan ini hanyalah
kata-kata majemuk yang sebagiannya yang kedua terdiri dari kata benda. kata
kerja atau tugas.
matahari saputangan
rumahmakan kamar tidur
rumahsakit dan lain-lain
3.
Karmadharaya : bagian kedua
menjelaskan bagian yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri
dari kata-kata sifat. Kata majemuk semacam ini juga bersifat endisentris,
misalnya :
orang
tua
rumah
besar ( = rumah adapt )
hati
besar, dan lain-lain.
4.
Disamping itu ada macam-macam
kata majemuk lain yang lebih sesuai dengan struktur bahasa Sansekerta. Kata
majemuk itu sebenarnya adalah kata majemuk dwandwa atau tatpurusa. tetapi
berfungsi unutk menjelaskan satu kata benda lain.
Apakah
pembagian berdasarkan tatabahasa Indonesia ? Sejauh ini tidak
bertentangan dengan struktur bahasa Indonesia, dapat diadakan penerapan itu
disamping itu dengan mempelajari bentuk-bentuk tersebut kita dapat mengerti
struktur bahasa Sansekerta yang masuk dalam bahasa Indonesia seperti kata
majemuk : bumiputra, maharaja, purbakala dan sebagainya, dimana menurut
struktur bahasa Indonesia inti dari gabungan itu harus terletak di depan dari
bagian yang menerangkan. dalam bahasa sansekerta keadaan itu terbalik.
5.
Akhirnya perlu disinggung
sedikit tentang jenis kata dari kata-kata majemuk itu, Jenis kata majemuk dapat
ditentukan berdasarkan prosedur biasa, sebagai yang dilakukan pada kata-kata
dasar atau kata jadian yang lain. Kata tua-muda, walaupun terdiri dari gabungan
kata sifat dan kata sifat, namun dalam strukturnya yang baru sudah mengalami transporsisi
menjadi kata benda.
KALIMAT MAJEMUK
Sebagai batasan
pengertian kalimat majemuk telah dikatakan bahwa : Kalimat-kalimat yang
mengandung dua pola kalimat atau lebih adalah kalimat majemuk.
Batasan ini diturunkan sebgai hasil dari tinjauan secara statis,
melihat apa yang kita hadapi sekarang, atau melihat hasil yang sudah jadi.
Tetapi kita dapat pula melihat dari segi yang lebih dinamis, yaitu dari sejarah
terbentuknya kalimat tersebut. Kita
dapat melihat bahwa dua pola kalimat yang terkandung dalam sebuah kalimat
majemuk itu terjadi karena kita menggabungkan dua pola kalimat (atau lebih)
menjadi satu kalimat; atau dapat terjadi bahwa kita dapat menghadapi satu pola
kalmia, tetapi dengan mempergunakan tehnik keperluasan, akhirnya kita mendapat
dua pola kalimat atau lebih dalam kalimat perluasan tadi.
Dengan bertolak dari uraian diatas
kita dapat menurunkan batasan-batasan yang lain untuk kalimat majemuk,
sebagai berikut :
1.
Kalimat majemuk adalah kalimat
tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa, sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat yang baru di samping pola yang sudah
ada.
Contoh :
anak
itu menendang bola
anak,
yang sebut kemarin itu, menendang bola.
2.
Kalimat majemuk adalah
penggabungan dari dua kalimat tunggal atau lebih, sehingga kalimat yang perlu
mengandung dua pola kalimat atau lebih.
Contoh
:
ayah menulis surat
adik berdiri disampingnya
ayah menulis surat , sambil adik berdiri disampingnya.
Kedua macam batasan terakhir ini
hanya melihat sejarah pembentukannya. Dalam kenyataan kita langsung menghadapi
suatu kalimat yang mendukung suatu rangkaian tanggapan, tanpa memikirkan proses
terjadinya. Proses pembentukannya boleh dipergunakan sebagai penjelasan analisa
kita tentang bagaimana terbentuknya kalimat majemuk, tetapi bukan mencakup
seluruh sifat kalimat-kalimat itu. Batasan yang umum diatas mencakup kedua
batasan terakhir itu.
1. Macam-macam Kalimat
Majemuk
Dalam mengadakan klasifikasi kalimat-kalimat majemuk, dasar yang
digunakan adalah melihat hubungan atara pola-pola kalimat yang membina kalimat
majemuk tersebut. Bila kalimat majemuk itu terjadi karena salah satu bagiannya
mengalami perluasan, sudah jelas bahwa pola kalimat yang baru dibentuk akibat
perluasan tadi akan lebih rendah kedua-duanya dari pada pola kalimat yang
pertama. Tetapi kalimat majemuk yang terjadi karena penggabungan dua atau lebih
kalimat tunggal, maka sifat hubungannya atau sederajat, atau ditempatkan
dibawah yang lain.
Sebab itu sifat hubungan pola-pola kalimat dalam sebuah kalimat
majemuk dapat bersipat :
a.
Sederajat (koordinatif) :
kedudukan pola-pola kalimat sama tinggi, tidak ada pola-pola kalimat yang
menduduki suatu fungsi dari pola yang lain.
b.
Bertingkat (subordinatif) :
hubungan antara pola-pola kalimat tidak sederajat, karena ada pola kalimat yang
menduduki suatu fungsi dari pola yang lain.
c.
Campuran : hubungan antara
pola-pola kalimat itu dapat sederajat dan bertingkat. Hubungan ini terjadi
kalau dalam kalimat majemuk itu terdapat palingkurang 3 pola kalimat, sehingga
misalnya terdapat 2 pola kalimat yang sederajat, yang lain bertingkat; atau
dengan kata lain ada dua pola kalimat yang menduduki tingkat yang lebih tinggi
sedangkan yang lain memnduduki tingkat yang lebih rendah, atau sebaliknya
Berdasarkan
sifat hubungan tadi, kita dapat membagi kalimat majemuk atas :
a.
Kalimat majemuk setara
b.
Kalimat majemuk bertingkat.
c.
Kalimat majemuk campuran.
a) Kalimat Majemuk Setara
Bila hubungan antara kedua pola kalimat itu sederajat maka
terdapatlah kalimat majemuk yang setara. Hubungan setara itu dapat diperinci
lagi atas :
1.
Setara mengabungkan;
penggabungan itu dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan
diantarai kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti :
dan, lagi, sesudah itu, karena itu.
Saya
menangkap ayam itu dan ibu memotongnya
Ayah
telah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.
2.
Setara memilih: kata tugas yang
dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah : atau :
engkau
tinggal saja disini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.
3.
Setara mempertentangkan :
kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah : terapi, melainkan,
hanya.
Adiknya
rajin, tetapi ia sendiri malas.
ia
tidak menjaga adiknya, melainkan membiarkan saja
b) Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya
tidak sederajat. Salah satu pola (atau lebih) menduduki fungsi tertentu dari
pola yang lain. Bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk kalimat,
sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak kalimat.
Sesuai dengan fungsinya itu anak-anak kalimat dapat dibagi atas :
a.
Anak-anak kalimat yang
menduduki fungsi gatra-gatra inti. , misalnya :
Yang
harus menyelesaikan pekerjaan itu, telah pergi meninggalkan kami tanpa pamit.
b.
Yang menduduki salah satu gatra
tambahan :
1.
Yang rapat
Ia
tidak mengatahui bahwa kami telah pergi meninggalkan tempat itu.
Lembaga
itu telah menghadiahkan tanda-tanda jasa pada yang telah menyumbangkan darahnya
untuk peri kemanusiaan.
2.
Yang renggang
Ia
telah memukul anak, yang mencuru buah-buahan dihalaman belakang rumahnya.
Pejabat
itu telah memecat seorang anak buahnya, karena telah melakukan penggelapan
barang-barang dikantornya.
Ia
mengajak orang-orang itu, agar bersama mereka membasmi hama tumbuh-tumbuhan itu.
ia
berangkat, ketika kami baru saja tiba.
Kadang-kadang perluasan itu
sedemikian rupa sehingga rangkaian hubungan itu sangat kompleks. Ada pola kalimat dalam
satuan yang kompleks itu yang dapat menduduki tingkat yang lebih dari anak
kalimat. Bagian ini dapat disebut cucu kalimat.
Sepanjang jalan itu telah ditanam
pohon-pohonan yang rindang, yang dapat memberi keteduhan pada orang-orang desa,
yang setiap hari berjalan kaki hilir mudik ke kota itu.
c) Kalimat Majemuk Campuran
Seperti telah dijelaskan diatas , kalimat majemuk campuran dapat
terdiri dari sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau
sekurang-kurangnya dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan.
a.
Satu pola atasan dan dua pola
bawahan :
Kami
telah menyelenggarakan sebuah malam kesenian, yang dimeriahkan oleh para artis
ibu kota , serta
dihadiri pula oleh para pembesar di kota
itu.
b.
Dua pola atasan dan satu atau
lebih pola bawahan
Bapak
menyesalkan perbuatan itu, dan meminta agar kami berjanji tidak akan mengulangi
kesalahan-kesalahan yang sama, yang dapat merugikan nama baik keluarga dan
kedudukannya.
2. Hubungan antara Induk
kalimat dan anak kalimat.
Yang dimaksud dengan hubungan antara induk kalimat dan anak kalimat
disini bukan hubungan mana yang lebih tinggi dan yang mana yang lebih rendah,
tetapi bagaimana kedudukan kalimat itu terhadap gatra-gatra dalam induk
kalimat.
Bila kita memperhatikan sejarah terbentuknya kalimat majemuk sebagai
telah diuraikan diatas, maka salah satu cara untuk membentuk kalimat majemuk
itu adalah ; memperluas bagian-bagian dari kalimat tunggal sedemikian rupa,
sehingga perluasan itu membentuk suatu pola kalimat yang baru. Ini berarti
setiap gatra dapat diperluas sehingga dapat membentuk satu anak kalimat.
Oleh karena itu anak kalimat itu dapat dibeda-bedakan berdasarkan
kedudukannya atau hubungannya dengan induk kalimat :
1.
Anak kalimat gatra pangkal ;
seluruh anak kalimat itu menduduki fungsi gatra pangkal :
Yang
menyampaikan berita itu, telah pergi sejam yang lewat.
2.
Anak kalimat keterangan gatra pangkal
:
Kemarin
pelajar-pelajar yang telah menempuh ujian akhirnya, berkumpul di sekolah untuk
mendengar hasil ujiannya.
3.
Anak kalimat gatra pelengkap
penderita.
Sering
sudah kukatakan, bahwa revolusi jangan diukur dengan hari dan dengan tahun.
4.
Anak kalimat keterangan gatra
pelengkap.
Saya
membawa buku, yang kujanjikan kemarin
5.
Anak kalimat keterangan waktu:
menduduki fungsi keterangan waktu dari induk kalimat :
Ketika
mereka tiba disina, kami tidak ada
6.
Anak kalimat ketereangan sebab:
Menduduki fungsi keterangan sebab dari induk kalimat :
Pekerja-pekerja
itu enggan mengerjakan pekerjaan itu, karena upah untuk itu terlalu rendah.
7.
Anak kalimat keterangan
perlawanan: Menduduki jabatan keterangan perlawanan dari induk kalimat :
Meskipun
kami telah mencoba mensintesekan kedua dokumen yang penting itu, kami tidak
dipimpin oleh keduanya itu saja.
8.
Begitu pula semua fungsi-fungsi
lain dapat mengalami perluasan sehingga menjadi satu anak kalimat. Kalimat
semacam itu disebut sesuai dengan fungsi yang didudukinya, kata sesuai dengan
hubungannya terhadap induk kalimat.
Sifat hubungan antara induk kalimat dan anak kalimat dapat
dinyatakan secara eksplisit, dapat juga dinyatakan secara implicit. Hubungan
secara implicit dapat menhasilkan lebih dari satu macam tafsiran hubungan,
tergantung dari situasi dan hubungan kalimat.
Semua kata tugas yang mendahului semua anak kalimat sekaligus
menjadi tanda atas macamnya anak kalimat tersebut misalnya anak kalimat yang
didahului oleh kata tugas : supaya, untuk agar, akan menyatakan bahwa anak
kalimat itu adalah anak kalimat keterangan tujuan. Kalimat semacam ini
menduduki fungsi keterangan tujuan dari induk kalimat, dan sebagainya.
MODUL
O
L
E
H
MGMP BAHASA INDONESIA
KABUPATEN BENER MERIAH
DINAS PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
KABUPATEN BENER MERIAH
2007
JADWAL KEGIATAN MGMP BAHASA INDONESIA
ATAHUN AJARAN 2007/2008
KABUPATEN BENER MERIAH
LPMP NAD
NO
|
TANGGAL
|
JAM
|
KEGIATAN
|
NARASUMBER
|
KET
|
1
|
24-Okt-07
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Menyusun Soal Semester
Ganjil
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Dra. Zubaini
|
|
2
|
27-Okt-07
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN
Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Dra. Basyariah
|
|
3
|
31-Okt-07
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Menyusun Soal Semester
Ganjil
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Wahani,BA
|
|
4
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN
Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Dra. Hawani
|
|
5
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Membuat Prediksi Soal UAN
Tahun Ajaran 2007/2008
ISOMA
Pembahasan Materi sulit
Istrahat dan Shalat
Menyelesaikan Administrasi
|
Drs. Zulkifli
|
|
6
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Melengkapi Administrasi
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Drs. Wakiat
|
|
7
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Menyusun Soal Semester
Ganjil
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Erda Neli, S.Pd
|
|
NO
|
TANGGAL
|
JAM
|
KEGIATAN
|
NARASUMBER
|
KET
|
8
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Menyusun Soal Semester
Ganjil
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN
Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Dra. Nikmah
|
|
9
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Menyusun Soal Semester
Ganjil
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN
Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit
Untuk Pertemuan Selanjutnya
|
Mustafa, S.Pd
|
|
10
|
|
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
|
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Membuat Prediksi Soal UAN
Tahun Ajaran 2007/2008
ISOMA
Pembahasan Materi sulit
Istrahat dan Shalat
Menyelesaikan Administrasi
|
Wahid Purnama,S.Pd
|
|
FHOTO
KEGIATAN MGMP
BAHASA
INDONESIA
KABUPATEN
BENER MERIAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar