11.19.2014

Kata Ulang

KATA ULANG


Dalam semua Tatabahasa Tradisional. Kata-kata ulang disebut juga Reduduplikasi. Istilah ini juga dalam tatabahasa – tatabahasa pertama-tama berdasarkan bentuk perulangan dalam bahasa-bahasa Barat . Dimana ulangan itu terjadi dengan menggandakan suku kata awal misalnya :
Dadarsa             Sansekerta                  - ia telah melihat
terigit                 Latin                           - ia telah menyentuh/mengenai
cecinit                Latin                           - ia telah menyanyi dan lain-lain

Bahasa Indonesia mempunyai konsepsi sendiri tentang kata-kata ulang. Sebab itu kita harus meneliti bentuk ulang dalam bahasa Indonesia secermat-cermatnya, mengadakan penggolongan-penggolongan, kalau perlu, dengan bertolak dari struktur bahasa Indonesia itu sendiri.

1.  Macam-macam kata ulang
Berdasarkan macamnya bentuk perulangan dalam Bahasa Indonesia dapat kita bagi kata ulang atas empat macam :
1.     Ulangan atas suku kata awal, atau disebut juga Dwipurwa dalam bentuk perulangan macam ini, vocal dari suku kata awal mengalami pelemahan dan bergeser keposisi tengah menjadi ‘e (pepet).
*tatanaman                 > tetanaman
*tatangga                    > Tetangga
*luluhur                      > leluhur
*lalaki                         > lelaki
*luluasa                      > leluasa
*titirah                                    >tetirah dan lain lain
2.     Ulangan atas seluruh bentuk dasar. Ulangan ini disebut ulangan utuh. Ulangan utuh ada dua macam, yaitu ulangan atas bentuk dasar yang berupa kata dasar yang disebut dwilingga, dan ulangan atas bentuk dasar berupa kata jadian berimbuhan.
Misalnya :
rumah                > rumah-rumah           Perbuatan                    > perbuatan-perbuatan
buah                   > buah-buahan                        kejadian                      > kejadian-kejadian
anak                   > anak-anak                pencuru                       > pencuru-pencuri
kuda                   > kuda-kuda                timbangan                   > timbangan-timbangan
pohon                 > pohon-pohon           kekasi                          > kekasi-kekasi
3.     Macam yang ketiga adalah ulangan yang juga terjadi atas seluruh suku kata, namun pada salah satu hingganya terjadi perubahan suara pada suatu fonem atau lebih, Perulangan macam ini disebut Dwilingga salin suara, misalnya :
gerak-gerak                 > gerak-gerik
sayur-sayur                 > sayur-mayur
porak-porak                > porak-parik
tegap-tegap                 > tegab-begab, dan lain-lain
4.     Ulangan macam yang keempat adalah ulangan dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga pertama, mupun pada lingga kedua. Ulangan macam ini disebut ulangan berimbuhan, misalnya :
Bermain-main                        berjalan-jalan
memukul-mukul                     melihat-lihat
berpukul-pukulan                   berkejar-kejaran
main-mainan                          kuda-kudaan
tarik-menarik                          pukul-memukul
gunung-gemunung                  tali-temali, dan sebagainya.



2.     Fungsi
Menentukan fungsi kata ulang disini akan menjadi sulit, sebab fungsi dan srti terjalin erat, tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tetapi bila kita melihat fungsi sebagai alat untuk membentuk jenis kata maka dapat dikatakan bahwa perulangan sebuah kata akan menurunkan jenis kata yang sama seperti bila kata itu tidak diulang : mainan, jenisnya sama dengan main-mainan, tali jenisnya sama dengan tali temali dan sebagainya. Malahan ada kata tugas yang dapat diulang misalnya : bukan-bukan, sama-sama, serta-merta daln lain-lain.

3.     Arti
Lebih tegas kita dapat mengadakan penggolongan berdasarkan arti, namun tak dapat disangkal didalam sudah terjalin fungsi perulangan tersebut. Atau dapat dikatakan dengan cara lain., bahwa perulangan itu mempunyai fungsi untuk menghasilkan makna yang tertentu. Walaupun disini perbedaan fungsi dari arti itu sukar diadakan, namun pada umumnya perbedaan keduanya jelas kelihatan.

Adapun arti yang dapat didukung oleh perulangan adalah :
1.     Perulangan pertama-tama mengandung arti banyak yang tak tentu. Untuk menyatakan banyak yang tentu jumlahnya, bahasa Indonesia tidak memerlukan bentuk ulang. Perhatikan contoh berikut :
di padang terdapat 3 ekor kuda (banyak tentu)
kuda-kuda itu berkejar-kejaran (banyak tak tentu)
ayah membelikan saya sepuluh buah buku (banyak tentu)
buku-buku itu telah ku simpan dalam lemari (banyak tak tentu)
Dari contoh diatas tampaklah bahwa seketika kata bilangan utama yang menyatakan “ketentuan” itu dihilangkan, maka dalam tanggapan pemakai bahasa hilanglah pula “ketentuan” atas benda atau hal tersebut dan berubah menjadi tak tentu. Walaupun dalam pikiran kita kuda itu masih 3 ekor, dan buku itu masih sepuluh bauh juga.

2.     Selain dari banyak yang tak tentu, bentuk perulangan mengandung arti yang lain yaitu : bermacam-macam,
pohon-pohonan          =          banyak dan bermacam-macam pohon
tanaman-tanaman       =          banyak dan bermacam-macam tanaman
buah-buahan               =          banyak dan bermacam-macam buah dan lain-lain
Dalam hal ini biasanya kata ulang itu disertai oleh sufiks-an.

3.     Arti yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalah menyerupai atau tiruan dari sesuatu :
kuda-kuda
anak-anakan
langit-langit

4.     Dekat dengan arti ketiga adalah melemahkan arti, dalam hal ini dapt diartikan dengan agak,
Gadis itu kemalu-maluan melihat pemuda itu
apa-apa yang dilihatnya diambil
sifatnya kekanak-kanakan
ia berlaku keberat-beratan
orang itu sakit-sakitan
kepalaku pening-pening, dan lain-lain

5.     Menyatakan intensitas, baik intensitas mengenai kualitas (=intensitas kualitatif), baik mengenai kualitas (=intensitas kuantitatif), maupun mengenai frekuensi (= intensitas frekuentatif)
a.      Intensitas Kualitatif :             pukullah kuat-kuat
belajarlah segiat-giatnya
gunung itu yang setinggi-tinggi di Pulau Jawa
b.     Intensitas Kuantitatif :                       Kuda-kuda, rumah-rumah
buah-buah, anak-anak, dan lain-lain

c.      Intensitas Frekuentatif :         ia menggeleng-gelengkan kepalanya
ia mondar-mandir sejak dari tadi

6.     Ulangan pada kata kerja dapat menurunkan arti saling, atau pekerjaan yang berbalasan (timbal-balik; resiprok)
ia berpukul-pukulan dengan si Dul
keduanya bersalam-salaman
kedua saudara itu hidup tolong-menolong
dalam perkelahian itu terjadi tikam-menikam antara kedua orang itu
7.     Perulangan pada kata bilangan mengandung arti kolektif :
dua-dua, tiga-tiga, lima-lima, dan lain-lain

4.               Ada beberapa kata yang sambilk lalu tampaknya seolah-olah kata ulang : biri-biri, kupu-kupu, ali-ali dan lain-lain. Dalam pemakaian sehari-hari dalam Bahasa Indonesia tidak terdapat bentuk seperti : *bri, *kupu atau *ali.
Kata-kata biri-biri, kupu-kupu dan ali-ali keseluruhannya merupakan kata dasar. Dalam menerapkan status bentuk-bentuk itu dalam bahasa Daerah atau bahas Purba. Mungkin dalam bahasa Daerah atau bahasa Austronesia Purba terdapat bentuk-bentuk seperti : *biri, *kupu, atau *ali. Kalau demikian maka fakta itu belum dapat memberi hak pada kita untuk mengatakan bahwa bentuk itu adalah kata-kata ulang. Perbandingan dengan bahasa Daerah atau bahasa Austronesia Purba hanya dapat menjelaskan pada kita sejarah kata-kata itu, sekedar memahami latar historinya. Tetapi setelah melihat kenyataan dalam bahasa Indonesia kita harus tetap bersikap deskriptif.

Semua penutur bahasa Indonesia akan menolak kalimat-kalimat seperti berikut :
            * saya memberi tiga biri
            * saya menangkap kupu
            * kakak melontar harimau itu dengan ali.
Penolakan terhadap kalimat tersebut diatas terjadi karena bentuk *biri, *kupu dan *ali tidak ada dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia.


KATA MAJEMUK (KOMPOSITUM)

1.     Kata Majemuk
Pengertian kata majemuk atau kompositum dapat diungkapkan sebagai berikut : Gabungan dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti. Batasan ini dalam kenyataan tidak bisa mencakup keseluruhan persoalan kata majemuk tersebut. Setiap bahasa mempunyai konsep-konsep tersendiri tentang hakekat dan wujud kata majemuk. Konsep Kompositum dalam bahasa sansakera lain dari konsep kompositum dalam bahasa Belanda. Keduanya berbeda dengan konsep kompositum bahasa Indonesia.
Pada umumya struktur kata majemuk sama seperti kata biasa yaitu tidak dapat dipecahkan lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil. Bila kita paksakan untuk memecahkannya dengan menyisipkan dengan suatu kata ditengah-tengah misalnya, maka hancurlah hakekat  kata majemuk tersebut. Demikian karana gabungan itu sudah merupakan kekuatan yang tidak dapat dibagi lagi, maka dalam memberi sifat terhadap kata majemuk itu, kata sifat atau keterangan-keterangan lain yang menerangkan kesatuan itu harus memberi keterangan atas keseluruhannya atas satu kesatuan, bukan sebagian-sebagian. Unsur yang tadinya menjadi dasar pembentukan kata majemuk itu, setelah bersatu hilang hakekat kekataannya, karena struktur kekataannya, karena struktur kekataannya sekarang sudah ditampung dalam kesatuan gabungan itu :
saputangan                 orang tua
matahari                     panjang tangan                                                          
kakitangan                  dan lain-lain

Walaupunn anggapan dasar sebagai telah dikmukakan diatas mengatakan bahwa gabungan sudah merupakan kesatuan yang tak dapat dipecahkan lagi seperti : matahari, saputangan, dan sebagainya. Namun dalam kenyataan ada bentuk kata yang lazimnya dianggap sebagai kata majemuk, masih menunjukkan struktur yang renggang, berarti masih dapat dipisahkan oleh unsur-unsur lain, misalnya :
Rumah maka  : dapat dipulangkan kepada frasa; rumah tempat makan.
tua muda         : tua dan muda, dan sebagainya.

2.     Terjadinya Kata Majemuk
Kalau kata-kata itu masih dapat dipulangkan dalam bentuk-bentuk yang lain, mengapa sambil digolongkan sebagai kata majemuk ?
Untuk memberi suatu gambaran yang jelas, Kita harus meninjau sejarah terbentuknya kata-kata majemuk tersebut. Menurut sejarah kata-kata itu pada mulanya merupakan urutan kata yang bersifat sintaksis. Dalam urutannya yang bersifat sintaksis tadi, tiap-tiap bentuk mengandung arti yang sepenuh penuhnya sebagai sebuah kata. Tetapi lambat-laun karena sering dipakai hubungan sintaksis itu menjadi beku; dan sejalan dengan pembekuan itu, bidang arti yang didukung tiap-tiap bentuk juga lenyap dan terciptalah bidang arti baru yang didukung bersama. Dan dalam proses ini tidak semua urutan itu telah sampai kepada taraf terakhir itu, ada yang sudah sampai kepada pembekuan itu. Yang masih dalam gerakan itu dapat disebabkan karena gabungan itu memang sifatnya sangat longgar atau karena baru saja tercipta istilah itu.
Kata-kata yang masih dalam gerak inilah yang masih dapat dipecahkan strukturnya dengan menyisipkan kata-kata lain diantaranya, atau dapat dipulangkan kepada bentuk lain dengan cara transformasi. Tetapi karena frekuensi pemakaian tinggi, serta keterangan yang menerangkan bentuk itu harus selalu mengenai kesatuannya, maka kata-kata tersebut dimasukkan juga dalam kata majemuk.
rumah makan :  Walupun strukturnya agak longgar, namun sering dipakai sebagai satu kesatuan arti ; disamping itu keterangannya harus menerangkan keseluruhannya
rumah makayang baru :’yang baru’ bukan menerangkan makan saja atau rmah saja, tetapi seluruh kesatuan itu

3.     Sifat Kata Majemuk
Berdasarkan sifat kata majemuk dengan melihat adanya inti dari pada kesatuan itu, maka kata majemuk dapat dibagi atas :
1)     Kata majemuk yang beripat eksosentris
2)     Kata majemuk yang bersifat endosentris
Kata majemuk yang bersifat eksosentris adalah kata majemuk yang tidak mengandung satu unsur inti dari gabungan itu. Dengan kata lain kedua-duanya merupakan inti misalnya; lakibini, tuamuda, hancurlebur, kakitangan dan lain-lain.
Sebaliknya bila ada satu unsur yang menjadi inti dari gabungan itu maka sifat endosentri, misalnya; saputangan, matahari, dan lain-lain di mana sapu, orang dan mata unsur intinya.
Sifat eksosentris dan endosentris itu tidak ditinjau dalam hubungannya luar dengan kata-kata lain, tetapi ditinjau dalam hubungan gabungan itu sendiri. Dalam hubungan ke luar kata majemuk adalah selalu merupakan kesatuan yang membentuk satu pusat. sehingga kata yang menjelaskan kata majemuk itu harus menjelaskan keseluruhannya.

4.     Ciri-ciri Kata Majemuk
Akhirnya berdasarkan uraian-uraian diatas dapat kita menyimpulkan beberapa ciri kata majemuk, sebagai berikut :
1.     Gabungan itu membentuk satu arti yang baru.
2.     Gabungan itu dalam hubungannyakeluar membentuk satu pusat, yang menarik keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
3.     Biasanya terdiri dari kata-kata dasar
4.     Frekuensi pemaikaiannya tinggi.
5.     Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentri, terbentuk menurut hukum DM (diterangkan mendahului menerangkan.)

5.     Bentuk Perulangan Dalam Kata Majemuk
Pada dasarnya karena kata-kata majemuk membentuk suatu kesatuan maka bentuk ulngnya harus secara penuh yaitu diulang keseluruhannya:
rumah-sakit-rumah sakit
saputangan-saputangan
rumahmakan-rumah makan, dan lain-lain
Tetapi seringkali kita menjumpai hal-hal yang sebaliknya yaitu perulangan itu dilakukan bukan atas keseluruhannya tetapi hanya sebagian saja , misalnya :
rumah-rumahsakit
sapu-saputangan
rumah-rumahmakan, dan lain-lain.
Mengapa terjadi demkian ? kita lihat di sini seolah-olah pertama-tama ada gerak yang hendak mempersatukan bentuk-bentuk tersebut menjadi kesatuan, tetapi dalam perulangan tiba-tiba muncul lagi gerak yang bertentangan dengan tadi. Secara structural memang tidak dibenarkan karena kata majemuk itu adalah satu kata; sebab itu seluruh kata itu diulang, bukan sebagian dari kata itu, Tetapi mengapa sampai terjadi ada ulangan yang hanya sebagian saja ? Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam pemakaian bahasa sehari-hari ada kecenderungan untuk mengadakan penghematan dalam pemakaian bahsa, dasar ekonomis. Dasar ekonomis ini hanya dapat digunakan bila gerak yang berlawanan itu tidak membawa perbedaan paham. Dalam hubungan itu agaknya dijelaskan ulangan dwipurwa dalam bahasa Indonesia, yakni mula-mula orang mengulang seluruhnya, tetapi karena prinsip ekonomis tadi, akhirnya hanya sebagian saja dari lingga yang diulang.

6.     Maca-macam Kata Majemuk.
Dalam usaha untuk menggolong-golongkan kata majemuk, sebagai biasa, ada yang berusaha memasukkan sistem penggolongan menurut sisim bahasa-bahasa lain. Misalnya yang terkenal penggolongan yang didasarkan atas hasil karya Panini, ahli Tatabahasa Sansekerta, kira-kira abad 4 seb. Masehi.
Berdasarkan sifat dan struktur kata-kata majemuk dalam bahasa sansekerta ia membuat pergolongan kata majemuk antara lain sebagai berikut :
1.     Dwandwa : kalau penggabungan itu mempunyai derajat yang sama (bersifat kopulatif). Kalau kita hubungkan dengan sipat kata majemuk sebagai telah disebut diatas, maka kata majemuk dwandwa ini bersifat eksosentris: laki-bini, tua-muda, besar-kecil, sanak-saudara, dan sebagainya.

2.     Tatpurusa  :  yaitu kata majemuk yang sebagiannya yang kedua memberi penjelasan pada bagian yang pertama. Sifat ensosentris. Ynag termasuk golongan ini hanyalah kata-kata majemuk yang sebagiannya yang kedua terdiri dari kata benda. kata kerja atau tugas.
matahari                      saputangan
rumahmakan               kamar tidur
rumahsakit                  dan lain-lain

3.     Karmadharaya : bagian kedua menjelaskan bagian yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata-kata sifat. Kata majemuk semacam ini juga bersifat endisentris, misalnya :
orang tua
rumah besar ( = rumah adapt )
hati besar, dan lain-lain.

4.     Disamping itu ada macam-macam kata majemuk lain yang lebih sesuai dengan struktur bahasa Sansekerta. Kata majemuk itu sebenarnya adalah kata majemuk dwandwa atau tatpurusa. tetapi berfungsi unutk menjelaskan satu kata benda lain.
Apakah pembagian berdasarkan tatabahasa Indonesia? Sejauh ini tidak bertentangan dengan struktur bahasa Indonesia, dapat diadakan penerapan itu disamping itu dengan mempelajari bentuk-bentuk tersebut kita dapat mengerti struktur bahasa Sansekerta yang masuk dalam bahasa Indonesia seperti kata majemuk : bumiputra, maharaja, purbakala dan sebagainya, dimana menurut struktur bahasa Indonesia inti dari gabungan itu harus terletak di depan dari bagian yang menerangkan. dalam bahasa sansekerta keadaan itu terbalik.

5.     Akhirnya perlu disinggung sedikit tentang jenis kata dari kata-kata majemuk itu, Jenis kata majemuk dapat ditentukan berdasarkan prosedur biasa, sebagai yang dilakukan pada kata-kata dasar atau kata jadian yang lain. Kata tua-muda, walaupun terdiri dari gabungan kata sifat dan kata sifat, namun dalam strukturnya yang baru sudah mengalami transporsisi menjadi kata benda.




KALIMAT MAJEMUK

 Sebagai batasan pengertian kalimat majemuk telah dikatakan bahwa : Kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih adalah kalimat majemuk.
Batasan ini diturunkan sebgai hasil dari tinjauan secara statis, melihat apa yang kita hadapi sekarang, atau melihat hasil yang sudah jadi. Tetapi kita dapat pula melihat dari segi yang lebih dinamis, yaitu dari sejarah terbentuknya  kalimat tersebut. Kita dapat melihat bahwa dua pola kalimat yang terkandung dalam sebuah kalimat majemuk itu terjadi karena kita menggabungkan dua pola kalimat (atau lebih) menjadi satu kalimat; atau dapat terjadi bahwa kita dapat menghadapi satu pola kalmia, tetapi dengan mempergunakan tehnik keperluasan, akhirnya kita mendapat dua pola kalimat atau lebih dalam kalimat perluasan tadi.
Dengan bertolak dari uraian diatas  kita dapat menurunkan batasan-batasan yang lain untuk kalimat majemuk, sebagai berikut :
1.     Kalimat majemuk adalah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa, sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat yang baru di samping pola yang sudah ada.
Contoh  :
anak itu menendang bola
anak, yang sebut kemarin itu, menendang bola.

2.     Kalimat majemuk adalah penggabungan dari dua kalimat tunggal atau lebih, sehingga kalimat yang perlu mengandung dua pola kalimat atau lebih.
Contoh :
                  ayah menulis surat
                  adik berdiri disampingnya
                  ayah menulis surat, sambil adik berdiri disampingnya.

            Kedua macam batasan terakhir ini hanya melihat sejarah pembentukannya. Dalam kenyataan kita langsung menghadapi suatu kalimat yang mendukung suatu rangkaian tanggapan, tanpa memikirkan proses terjadinya. Proses pembentukannya boleh dipergunakan sebagai penjelasan analisa kita tentang bagaimana terbentuknya kalimat majemuk, tetapi bukan mencakup seluruh sifat kalimat-kalimat itu. Batasan yang umum diatas mencakup kedua batasan terakhir itu.

1.     Macam-macam Kalimat Majemuk
Dalam mengadakan klasifikasi kalimat-kalimat majemuk, dasar yang digunakan adalah melihat hubungan atara pola-pola kalimat yang membina kalimat majemuk tersebut. Bila kalimat majemuk itu terjadi karena salah satu bagiannya mengalami perluasan, sudah jelas bahwa pola kalimat yang baru dibentuk akibat perluasan tadi akan lebih rendah kedua-duanya dari pada pola kalimat yang pertama. Tetapi kalimat majemuk yang terjadi karena penggabungan dua atau lebih kalimat tunggal, maka sifat hubungannya atau sederajat, atau ditempatkan dibawah yang lain.
Sebab itu sifat hubungan pola-pola kalimat dalam sebuah kalimat majemuk dapat bersipat :
a.      Sederajat (koordinatif) : kedudukan pola-pola kalimat sama tinggi, tidak ada pola-pola kalimat yang menduduki suatu fungsi dari pola yang lain.
b.     Bertingkat (subordinatif) : hubungan antara pola-pola kalimat tidak sederajat, karena ada pola kalimat yang menduduki suatu fungsi dari pola yang lain.
c.      Campuran : hubungan antara pola-pola kalimat itu dapat sederajat dan bertingkat. Hubungan ini terjadi kalau dalam kalimat majemuk itu terdapat palingkurang 3 pola kalimat, sehingga misalnya terdapat 2 pola kalimat yang sederajat, yang lain bertingkat; atau dengan kata lain ada dua pola kalimat yang menduduki tingkat yang lebih tinggi sedangkan yang lain memnduduki tingkat yang lebih rendah, atau sebaliknya

Berdasarkan sifat hubungan tadi, kita dapat membagi kalimat majemuk atas :
a.      Kalimat majemuk setara
b.     Kalimat majemuk bertingkat.
c.      Kalimat majemuk campuran.


a)     Kalimat Majemuk Setara
Bila hubungan antara kedua pola kalimat itu sederajat maka terdapatlah kalimat majemuk yang setara. Hubungan setara itu dapat diperinci lagi atas :
1.     Setara mengabungkan; penggabungan itu dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti : dan, lagi, sesudah itu, karena itu.
Saya menangkap ayam itu dan ibu memotongnya
Ayah telah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.

2.     Setara memilih: kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah : atau :
engkau tinggal saja disini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.

3.     Setara mempertentangkan : kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah : terapi, melainkan, hanya.
Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas.
ia tidak menjaga adiknya, melainkan membiarkan saja

b)     Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya tidak sederajat. Salah satu pola (atau lebih) menduduki fungsi tertentu dari pola yang lain. Bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk kalimat, sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak kalimat.
Sesuai dengan fungsinya itu anak-anak kalimat dapat dibagi atas :
a.      Anak-anak kalimat yang menduduki fungsi gatra-gatra inti. , misalnya :
Yang harus menyelesaikan pekerjaan itu, telah pergi meninggalkan kami tanpa pamit.

b.     Yang menduduki salah satu gatra tambahan :
1.     Yang rapat
Ia tidak mengatahui bahwa kami telah pergi meninggalkan tempat itu.
Lembaga itu telah menghadiahkan tanda-tanda jasa pada yang telah menyumbangkan darahnya untuk peri kemanusiaan.

2.     Yang renggang
Ia telah memukul anak, yang mencuru buah-buahan dihalaman belakang rumahnya.
Pejabat itu telah memecat seorang anak buahnya, karena telah melakukan penggelapan barang-barang dikantornya.
Ia mengajak orang-orang itu, agar bersama mereka membasmi hama tumbuh-tumbuhan itu.
ia berangkat, ketika kami baru saja tiba.

            Kadang-kadang perluasan itu sedemikian rupa sehingga rangkaian hubungan itu sangat kompleks. Ada pola kalimat dalam satuan yang kompleks itu yang dapat menduduki tingkat yang lebih dari anak kalimat. Bagian ini dapat disebut cucu kalimat.
            Sepanjang jalan itu telah ditanam pohon-pohonan yang rindang, yang dapat memberi keteduhan pada orang-orang desa, yang setiap hari berjalan kaki hilir mudik ke kota itu.

c)     Kalimat Majemuk Campuran
Seperti telah dijelaskan diatas , kalimat majemuk campuran dapat terdiri dari sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau sekurang-kurangnya dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan.
a.      Satu pola atasan dan dua pola bawahan :
Kami telah menyelenggarakan sebuah malam kesenian, yang dimeriahkan oleh para artis ibu kota, serta dihadiri pula oleh para pembesar di kota itu.
b.     Dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan
Bapak menyesalkan perbuatan itu, dan meminta agar kami berjanji tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama, yang dapat merugikan nama baik keluarga dan kedudukannya.
2.     Hubungan antara Induk kalimat dan anak kalimat.
Yang dimaksud dengan hubungan antara induk kalimat dan anak kalimat disini bukan hubungan mana yang lebih tinggi dan yang mana yang lebih rendah, tetapi bagaimana kedudukan kalimat itu terhadap gatra-gatra dalam induk kalimat.
Bila kita memperhatikan sejarah terbentuknya kalimat majemuk sebagai telah diuraikan diatas, maka salah satu cara untuk membentuk kalimat majemuk itu adalah ; memperluas bagian-bagian dari kalimat tunggal sedemikian rupa, sehingga perluasan itu membentuk suatu pola kalimat yang baru. Ini berarti setiap gatra dapat diperluas sehingga dapat membentuk satu anak kalimat.
Oleh karena itu anak kalimat itu dapat dibeda-bedakan berdasarkan kedudukannya atau hubungannya dengan induk kalimat :
1.     Anak kalimat gatra pangkal ; seluruh anak kalimat itu menduduki fungsi gatra pangkal :
Yang menyampaikan berita itu, telah pergi sejam yang lewat.

2.     Anak kalimat keterangan gatra pangkal :
Kemarin pelajar-pelajar yang telah menempuh ujian akhirnya, berkumpul di sekolah untuk mendengar hasil ujiannya.

3.     Anak kalimat gatra pelengkap penderita.
Sering sudah kukatakan, bahwa revolusi jangan diukur dengan hari dan dengan tahun.

4.     Anak kalimat keterangan gatra pelengkap.
Saya membawa buku, yang kujanjikan kemarin

5.     Anak kalimat keterangan waktu: menduduki fungsi keterangan waktu dari induk kalimat :
Ketika mereka tiba disina, kami tidak ada



6.     Anak kalimat ketereangan sebab: Menduduki fungsi keterangan sebab dari induk kalimat :
Pekerja-pekerja itu enggan mengerjakan pekerjaan itu, karena upah untuk itu terlalu rendah.

7.     Anak kalimat keterangan perlawanan: Menduduki jabatan keterangan perlawanan dari induk kalimat :
Meskipun kami telah mencoba mensintesekan kedua dokumen yang penting itu, kami tidak dipimpin oleh keduanya itu saja.

8.     Begitu pula semua fungsi-fungsi lain dapat mengalami perluasan sehingga menjadi satu anak kalimat. Kalimat semacam itu disebut sesuai dengan fungsi yang didudukinya, kata sesuai dengan hubungannya terhadap induk kalimat.

Sifat hubungan antara induk kalimat dan anak kalimat dapat dinyatakan secara eksplisit, dapat juga dinyatakan secara implicit. Hubungan secara implicit dapat menhasilkan lebih dari satu macam tafsiran hubungan, tergantung dari situasi dan hubungan kalimat.
Semua kata tugas yang mendahului semua anak kalimat sekaligus menjadi tanda atas macamnya anak kalimat tersebut misalnya anak kalimat yang didahului oleh kata tugas : supaya, untuk agar, akan menyatakan bahwa anak kalimat itu adalah anak kalimat keterangan tujuan. Kalimat semacam ini menduduki fungsi keterangan tujuan dari induk kalimat, dan sebagainya.










MODUL

O
L
E
H

MGMP BAHASA INDONESIA
KABUPATEN BENER MERIAH







DINAS PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
KABUPATEN BENER MERIAH
2007

JADWAL KEGIATAN MGMP BAHASA INDONESIA
ATAHUN AJARAN 2007/2008
KABUPATEN BENER MERIAH
LPMP NAD

NO
TANGGAL
JAM
KEGIATAN
NARASUMBER
KET
1
24-Okt-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Menyusun Soal Semester Ganjil
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Dra. Zubaini


2
27-Okt-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Dra. Basyariah

3
31-Okt-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Menyusun Soal Semester Ganjil
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Wahani,BA

4
3-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Dra. Hawani

5
7-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Membuat Prediksi Soal UAN Tahun Ajaran 2007/2008
ISOMA
Pembahasan Materi sulit
Istrahat dan Shalat
Menyelesaikan Administrasi
Drs. Zulkifli

6
10-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Melengkapi Administrasi
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Drs. Wakiat

7
14-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Melengkapi Administrasi
ISOMA
Menyusun Soal Semester Ganjil
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Erda Neli, S.Pd





NO
TANGGAL
JAM
KEGIATAN
NARASUMBER
KET
8
17-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Menyusun Soal Semester Ganjil
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Dra. Nikmah

9
21-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Menyusun Soal Semester Ganjil
ISOMA
Membuat Prediksi Soal UAN Tahun Ajaran 2007/2008
Istrahat dan Shalat
Prediksi Materi Sulit Untuk Pertemuan Selanjutnya
Mustafa, S.Pd

10
24-Nov-07
08.30-10.00 WIB
10.00-10.15 WIB
10.15-12.30 WIB
12.30-14.00 WIB
14.00-15.30 WIB
15.30-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
Pembahasan Materi sulit
Istrahat
Membuat Prediksi Soal UAN Tahun Ajaran 2007/2008
ISOMA
Pembahasan Materi sulit
Istrahat dan Shalat
Menyelesaikan Administrasi
Wahid Purnama,S.Pd

































FHOTO KEGIATAN MGMP
BAHASA INDONESIA
KABUPATEN BENER MERIAH



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karya Tulis Pembuatan Tahu

BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG MASALAH Penulis memilih judul “Metode Pembuatan Tahu Kedelai Di Desa Purwogondo Kartasura”...